Festival Noken di Papua

Kamis, 03 Januari 2019

ilustras
Noken, tas khas masyarakat Papua, sarat akan filosofi. Baru-baru ini ada Festival Noken 2018 yang digelar di Gedung MRP, Kotaraja, Abepura, Jayapura, Papua. Festival tersebut juga dimeriahkan atraksi budaya, dan pameran. Festival Noken 2018 dihelat pada 4 sampai 5 Desember kemarin. Melalui ajang ini, wisatawan pun bisa mengetahui lebih banyak budaya Papua.

"Festival Noken selalu jadi momentum paling ditunggu. Sebab, ada banyak inspirasi yang diberikan oleh event ini. Wisatawan bisa mengeksplorasi budaya Papua melalui sebuah noken secara detail," ungkap Plt Deputi Bidang Pemasaran I Kementerian Pariwisata Ni Wayan Giri Adnyani, dalam keterangan tertulis, Kamis (6/12/2018). Giri mengatakan, legitimasi terhadap noken telah diberikan UNESCO pada 4 Desember 2012 silam. UNESCO mengakui noken sebagai warisan budaya tak benda. Pengakuan ini sekaligus menjadi 'konservasi' kekayaan intelektual Papua. Sebab, noken dimiliki oleh sekitar 250 suku bangsa di Papua, juga Papua Barat.

 Dia melanjutkan, noken sangat lekat dengan keseharian masyarakat Papua, bahkan benda ini multifungsi. Untuk noken ukuran besar, biasanya digunakan untuk mengangkut beragam barang. Ada hasil pertanian, kayu bakar, hingga barang kebutuhan hidup sehari-hari. Noken juga biasanya dipakai dalam upacara adat. Lebih lanjut, Noken yang berukuran kecil berfungsi sebagai tas sekolah.

 "Noken ini luar biasa. Ada banyak experience terbaik yang akan diterima wisatawan bila berkunjung ke sana. Sebab, Festival Noken ini juga membagikan inspirasinya dalam bentuk lain. Yang pasti festival ini juga memberikan banyak kemeriahan dan kegembiraan," papar Giri. Festival Noken 2018 memiliki sub-event Pameran Noken hingga Diskusi Panel. Pameran Noken ini pun memajang beragam jenis dan ukuran noken lengkap dengan nilai sejarahnya.

 "Bukan hanya menikmati, pengunjung festival juga bisa berinteraksi. Mereka bisa menggali banyak hal terkait noken ini. Lalu, belajar bagaimana proses pembuatannya. Yang jelas, Festival Noken jadi destinasi budaya terbaik. Apalagi, segala sesuatu menyangkut budaya Papua bermuara pada nilai eksotis," tuturnya Giri. Menteri Pariwisata Arief Yahya juga mengakui bahwa Papua memiliki banyak potensi. Selain itu saran pendukung wisata pun telah memadai untuk wisatawan. "Papua memiliki banyak potensi.

Kekuatan ini ditampilkan dalam Festival Noken 2018. Wilayah ini memiliki paket lengkap. Selain atraksinya, Papua juga didukung aksesibilitas dan amenitas luar biasa. Ada banyak pilihan flight menuju Papua setiap harinya. Hotelnya juga banyak pilihan. Jangan lewatkan juga kulinernya yang khas dengan cita rasa terbaik," tutup Arief.

More
More...

Wisata pendidikan papua

Jumat, 26 Februari 2010

ilustrasi
Sudah kekurangan tenaga Panitera Pengganti, ada kesempatan untuk menjadi Panitera Pengganti, namun sedikit pula yang mengikuti ujian penerimaan calon Panitera Pengganti tersebut, itulah gambaran penerimaan calon Panitera Pengganti di wilayah hukum PTA Jayapura tahun 2010 ini, sejak dibuka pendaftaran bulan Januari lalu, hingga pelaksanaan testing rabu, (23/2), hanya tiga orang pegawai yang mengikuti ujian.

Sedikitnya peserta yang mengikuti ujian penyaringan calon Panitera Pengganti Pengadilan Agama di wilayah PTA Jayapura tahun ini, bukan dikarenakan kurang berminatnya para pegawai Pengadilan Agama yang ada di wilayah PTA Jayapura untuk menjadi Panitera Pengganti, namun memang sumber daya manusia yang ada diwilayah PTA Jayapura terutama tenaga struktural maupun staf yang memenuhi syarat untuk mengikuti ujian penerimaan calon Panitera Pengganti sangat kurang. Apalagi sejak berlakunya undang-undang nomor 50 tahun 2009, usia pensiun Panitera Pengganti boleh dikatakan lebih lama bila dibandingkan usia pensiun tenaga struktural, hal tersebut tentunya menjadi motivasi tersendiri bagi pegawai untuk menjadi Panitera Pengganti. Sekali lagi ketersediaan SDM di Pengadilan Agama yang ada di wilayah PTA Jayapura tidak memungkinkan penerimaan calon Panitera Pengganti tahun ini sebanyak dan seramai penerimaan Panitera Pengganti di PTA lain.

More
More...

Wisata sejarah di Papua

ilustrasi
Papua adalah sebuah fenomena. Selain kondisi alamnya yang asli dengan flora dan faunanya yang memikat, juga kandungan kekayaan alamnya melimpah ruah dengan kehidupan sosial masyarakatnya yang dinamis.

Hingga hari ini, Propinsi Papua masih menyimpan sejumlah misteri. Banyak orang mengira Papua primitif atau jauh dari Islam.

Padahal, ini kekeliruan fatal. Sebab, sejarawan Barat maupun Islam menjelaskan, agama yang dibawa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam ini telah hadir di Papua tiga abad lebih dahulu dibandingkan masuknya para misionaris Kristen.

Bila secara resmi Kristen masuk Papua pada tanggal 5 Februari 1855 di pulau Mansinam, Manukwari, maka Islam sudah hadir di Papua pada tahun 1520 sebagai pengaruh dari kekuasaan empat kerajaan terkenal di kawasan Indonesia timur saat itu, yakni Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Nama empat kerajaan ini terdokumentasi dalam penyebutan Pulau Raja Ampat, yang dikenal sampai sekarang.

Uniknya, kedatangan tokoh misionaris bernama CW. Ottow dan GJ.Geissler ke pulau Mansinam justru difasilitasi oleh kerajaan Islam. Kedua misionaris itu diantar langsung oleh tokoh-tokoh Muslim empat kerajaan tersebut. Sayang, maksud baik nan bersahabat ini dibalas dengan pengkhianatan. Sesampai di Papua, tokoh-tokoh Muslim ini justru dibuang ke Maros hingga dibiarkan wafat di sana.

Kini, perkembangan komunitas Muslim di Papua kembali mencengangkan. Bila kurun paruh dasawarsa lalu (1988) jumlah umat Islam berkisar 600 ribu jiwa, kini jumlah sudah menembus angka 900 ribu jiwa. Itu berarti, bila jumlah keseluruhan penduduk Papua 2,3 juta jiwa, maka prosentasi ummat Islam mendekati angka 40 persen. Dan, sisanya (60 persen) merupakan gabungan pemeluk Kristen (Protestan), Katholik, Hindu, Budha, dan Animisme.

Ada pula catatan menggembirakan. Kalau sebelumnya masih ada semacam semacam ketidakrelaan sebagian non-Muslim tentang sejarah kehadiran Islam di sana, maka saat ini telah hadir semacam buku putih yang diterbitkan oleh Pemerintah Papua. Dalam buku tersebut --khususnya pada diktum UU nomor 21 tahun 2001 bab keagamaan-- tercantum bahwa Islam hadir di Papua pada tahun 1518.

Catatan ini tentu saja sangat melegakan kaum Muslimin Papua. Sebab, sebelumnya, buku sejarah Islam Indonesia seolah sengaja menghilangkan keberadaan kaum Muslim di Papua. Dakwah seolah terputus sampai di Makassar, Sulawesi Selatan. Paling banter sampai di Kerajaan Islam Ternate. Papua seolah ''milik orang lain''.
More...

 
 
 

Papua Hebat

BCFOS

Chow Kit

 
Copyright © Tourism in Papua